Abstract
Urtikaria spontan kronik adalah sebuah penyakit dengan gejala urtika yang muncul tanpa adanya pencetus yang jelas dan berlangsung selama 6 minggu atau lebih. Saat ini terdapat berbagai pilihan terapi untuk utikaria kronik spontan. Salah satu panduan terapi urtikaria kronik yang ada saat ini adalah panduan dari European Academy of Allergology and Clinical Immunology (EAACI), the EU-founded network of excellence, the Global Allergy and Asthma European Dermatology forum (EDF) and the World Allergy Organization (WAO)/EAACI/GA2LEN/EDF/WAO. Pilihan terapi yang tercantum dalam panduan tersebut di antaranya antihistamin H-1 generasi kedua, omalizumab, siklosporin, montelukas, dan kortikosteroid. Obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Sebagai contoh, antihistamin H1 generasi kedua bekerja dengan cara berikatan secara reversibel dengan reseptor histamin kemudian menstabilkan dan memper-tahankannya dalam bentuk yang tidak aktif. Omalizumab bekerja dengan cara berikatan pada domain Cε3 dari IgE yang berperan dalam mencegah ikatan antara IgE dan reseptornya sehingga tidak terjadi pelepasan histamin. Montelukas bekerja dengan cara menghambat aksi fisiologis leukotrien pada reseptor cysteinyl leukotrien subtipe 1 (CysLT1). Obat-obatan tersebut memiliki berbagai karakteristik farmakokinetik dan farmakodinamik yang berbeda. Indikasi, penggunaan klinis, toleransi, dan keamanan masing-masing obat juga berbeda.
Original language | Indonesian |
---|---|
Pages (from-to) | 51-57 |
Journal | Media Dermato Venereologica Indonesiana |
Volume | 47 |
Issue number | 1 |
Publication status | Published - 2020 |