Abstract
Dalam menjalankan kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Wajib Pajak yang menjalankan usaha penjualan kendaraan motor bekas harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai dengan ketentuan mengenai pengusaha yang melakukan kegiatan usaha tertentu. Sebenarnya berkaitan dengan hal ini sudah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, namun pada praktiknya masih banyak perbedaan persepsi antara petugas pajak dengan Wajib Pajak dalam menentukan kategori PKP yang dapat melakukan penerapan pedoman pengkreditan Pajak Masukan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan persepsi antara petugas pajak dengan Wajib Pajak yang dapat mengakibatkan sengketa pajak disertai dengan contoh kasus. Dalam penelitian ini pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif. Berdasarkan contoh kasus yang diambil dalam penelitian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan persepsi antara petugas pajak dengan Wajib Pajak terjadi karena terdapat frasa semata-mata dalam Kriteria Kegiatan usaha tertentu yang terdapat di dalam peraturan menteri keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak belum memberikan kriteria kegiatan usaha yang jelas dalam bidang penjualan dan pembelian kendaraan bermotor bekas.
Original language | Indonesian |
---|---|
Journal | Jurnal Vokasi Indonesia |
Publication status | Published - 2019 |