Abstract
Pemerintah dengan dasar ihwal kegentingan mengeluarkan Perppu Ormas No. 2 Tahun 2017 yang menggantikan UU Ormas Tahun 2013, kemudian Perppu tersebut disahkan menjadi UU oleh DPR. Pada UU Ormas terdapat kebijakan yang mampu menghentikan atau membubarkan suatu organisasi yang bertentangan dengan nilai Pancasila, tanpa melalui proses persidangan. Hal ini tentu bertentangan dengan nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat yang dilindungi UUD 45 Pasal 28E Ayat 3. Pada UU Ormas Pasal 54 Ayat 4 terdapat kata “menganut” yang mampu memberikan penafsiran sepihak, sehingga mampu menimbulkan bias. Dengan adanya pembubaran sepihak dari pemerintah dalam membubarkan organisasi tertentu dapat memicu munculkan dominasi sosial dan penyalahgunaan kekuasaan (abusive of power) dari pemerintah terhadap organisasi tertentu. Maka dari itu diperlukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi pemahaman sepihak pemerintah dalam membuat suatu keputusan bias. Dalam penelitian ini akan berfokus pada Pasal 59 (4) huruf c tentang kata “menganut” yang mampu menimbulkan berbagai permasalahan tertentu, dengan melakukan pendekatan analisis kebijakan retrospektif, dan analisis kebijakan deskriptif. Pada akhirnya studi ini memberikan rekomendasi untuk menjalankan proses pengadilan (due process of law) terhadap organisasi tertuduh yang dinilai bertentangan dengan Pancasila. Hal tersebut dilakukan agar memberikan ruang berpendapat dan membela diri dari organisasi tertuduh, sehingga pemerintah atau peradilan dapat menerima pemahaman dari sudut lain (perspective taking) agar terhindar dari keputusan yang bias.
Original language | Indonesian |
---|---|
Journal | Deviance: Jurnal Kriminologi |
Publication status | Published - 2019 |