Persebaran Penyakit di Kawasan Laut Jawa Abad XIX - XX

Artikel ini membahas tentang proses persebaran penyakit yang terjadi di kawasan Laut Jawa sekitar abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Kajian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi peristiwa masa lalu tentang kasus wabah penyakit di kawasan Laut Jawa dan upaya penanganannya di masa kolonial. Adapun teori yang digunakan adalah teori struktural dari Braudel (1988) untuk menganalisa adanya struktur-struktur masyarakat yang berperan dalam proses persebaran penyakit. Analisa tersebut didukung dengan konsep yang dikembangkan Knapen (1995) tentang ‘silent barter’ sebagai tolok ukur menentukan faktor penyebab terjadinya persebaran penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika pelayaran dan perdagangan di Laut Jawa masa itu tidak terlepas dari permasalahan wabah penyakit. Ada dua penyakit yang menjadi fokus kajian, yaitu cacar dan kolera yang sangat mempengaruhi proses pelayaran perdagangan. Kedua penyakit tersebut dibawa para awak kapal yang luput dari pemeriksaan dokter karantina di pelabuhan. Beberapa pelabuhan di Jawa seperti Batavia, Semarang, Cirebon, dan Surabaya kemudian menjadi daerah pangkal wabah. Pemerintah menerapkan aturan sistem bendera kuning untuk kapal-kapal wabah selama berlayar hingga masuk ke pelabuhan. Bendera kuning adalah sebagai penanda kapal wabah. Aturan tersebut dimaksudkan sebagai upaya mencegah persebaran wabah di kawasan Laut Jawa agar mendapat perhatian dari kapal-kapal lainnya dan dokter pelabuhan. Sistem bendera kuning memudahkan pemerintah dan para dokter dalam penanganan wabah cacar dan kolera, sekalipun terjadi beberapa penyimpangan dalam kegiatan perekonomian di kawasan tersebut.