Abstract
Pendahuluan. Prevalensi perlemakan hati non-alkohol (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease/NAFLD) meningkat di seluruh dunia akibat perubahan gaya hidup dan pola makan, termasuk pada pasien dengan hepatitis B kronis. Pada beberapa penelitian, penyakit hati lanjut lebih mungkin terjadi pada pasien Hepatitis B dengan NAFLD. NAFLD diduga dapat meningkatkan risiko perkembangan penyakit hati pada pasien Hepatitis B kronis, namun penelitian pendukung sebelumnya masih terbatas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan NAFLD dengan risiko fibrosis hati pada pasien Hepatitis B kronis.
Metode. Semua pasien dengan antigen serum Hepatitis B positif pada data registrasi hepatobilier Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo diikutsertakan dalam penelitian ini. Berdasarkan ultrasonografi abdomen, pasien dibagi menjadi dua kelompok (kelompok I: pasien non-NAFLD – hepatitis B vs. kelompok II: pasien NAFLD – hepatitis B). Data demografi dan pemeriksaan klinis dikumpulkan. Fibrosis hati yang signifikan didefinisikan sebagai fibrosis hati dengan nilai di atas 7 kPa (≥ F2). Regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi NAFLD sebagai faktor risiko signifikan fibrosis. Variabel faktor risiko dilaporkan sebagai prevalen odd rasio (POR) dengan interval kepercayaan 95%. Nilai p <0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Hasil. Di antara 130 pasien Hepatitis B, NAFLD ditemukan pada 45 pasien (34,6%). Dari 45 pasien di kelompok II, 36 pasien mengalami fibrosis hati yang signifikan (80%). Proporsi HBeAg negatif ditemukan lebih tinggi pada kelompok II dibandingkan dengan kelompok I (66,7% vs. 35,9%; p=0,038). Kekakuan hati juga ditemukan lebih tinggi pada Kelompok II dibandingkan dengan Kelompok I (12,22 (8,6 kPa) vs. 8,57 (7,8 kPa); p=0,016). Dalam analisis multivariat, NAFLD secara signifikan berkaitan dengan fibrosis hati yang signifikan (POR: 5,87; IK95%: 2,48 – 13,86; p <0,001) setelah dikontrol dengan status HBeAg.
Kesimpulan. NAFLD dikaitkan dengan risiko fibrosis hati yang lebih tinggi pada pasien hepatitis B. Modifikasi gaya hidup dan potensi intervensi terapeutik dapat membantu mengurangi perkembangan fibrosis hati.
Metode. Semua pasien dengan antigen serum Hepatitis B positif pada data registrasi hepatobilier Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo diikutsertakan dalam penelitian ini. Berdasarkan ultrasonografi abdomen, pasien dibagi menjadi dua kelompok (kelompok I: pasien non-NAFLD – hepatitis B vs. kelompok II: pasien NAFLD – hepatitis B). Data demografi dan pemeriksaan klinis dikumpulkan. Fibrosis hati yang signifikan didefinisikan sebagai fibrosis hati dengan nilai di atas 7 kPa (≥ F2). Regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi NAFLD sebagai faktor risiko signifikan fibrosis. Variabel faktor risiko dilaporkan sebagai prevalen odd rasio (POR) dengan interval kepercayaan 95%. Nilai p <0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Hasil. Di antara 130 pasien Hepatitis B, NAFLD ditemukan pada 45 pasien (34,6%). Dari 45 pasien di kelompok II, 36 pasien mengalami fibrosis hati yang signifikan (80%). Proporsi HBeAg negatif ditemukan lebih tinggi pada kelompok II dibandingkan dengan kelompok I (66,7% vs. 35,9%; p=0,038). Kekakuan hati juga ditemukan lebih tinggi pada Kelompok II dibandingkan dengan Kelompok I (12,22 (8,6 kPa) vs. 8,57 (7,8 kPa); p=0,016). Dalam analisis multivariat, NAFLD secara signifikan berkaitan dengan fibrosis hati yang signifikan (POR: 5,87; IK95%: 2,48 – 13,86; p <0,001) setelah dikontrol dengan status HBeAg.
Kesimpulan. NAFLD dikaitkan dengan risiko fibrosis hati yang lebih tinggi pada pasien hepatitis B. Modifikasi gaya hidup dan potensi intervensi terapeutik dapat membantu mengurangi perkembangan fibrosis hati.
Original language | Indonesian |
---|---|
Journal | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia |
Volume | 10 |
Issue number | 3 |
DOIs | |
Publication status | Published - 30 Sept 2023 |
Keywords
- Fibrosis hati
- hepatitis B kronis
- perlemakan hati non-alkohol