Abstract
Pengungsi merupakan fenomena klasik yang muncul akibat dari ancaman terhadap keselamatan. Tulisan ini membahas kebijakan mengenai pengungsi di Indonesia dan Malaysia, dua negara yang menjadi tujuan transit bagi banyak pengungsi dan pencari suaka. Meskipun belum meratifikasi Konvensi Status Pengungsi 1951, keduanya menghormati prinsip non-refoulement. Namun, Mengingat bahwa mereka mungkin harus menunggu hingga 25 tahun untuk bisa direlokasi ke negara ketiga, para pengungsi tentu saja sangat menderita karena kurangnya kesempatan untuk bekerja. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif. Hasil penelitian menemukan hak seseorang atas pekerjaan sangat penting bagi kehidupannya berdasarkan hukum internasional termasuk pengungsi, sesuai dengan undang-undang hak asasi manusia internasional sebagaimana diakui dalam instrumen seperti UDHR 1948, Konvensi 1951, dan Protokol 1967. Meski Indonesia melarang pengungsi bekerja berdasarkan regulasi IMI-0352.GR.02.07/2016, Malaysia memberikan visa kerja sementara IMM13. Revisi kebijakan Indonesia, khususnya Perpres No. 125/2016, diusulkan untuk memberikan hak pekerjaan kepada pengungsi. Langkah ini diharapkan meningkatkan martabat mereka, mengurangi stigma negatif, dan memberian kontribusi positif terhadap ekonomi dan Masyarakat. Dengan demikian, pengungsi dapat berperan aktif dalam pembangunan negara.
Original language | Indonesian |
---|---|
Pages (from-to) | 8743-8755 |
Journal | Unes Law Review |
Volume | 6 |
Issue number | 3 |
DOIs | |
Publication status | Published - 11 Apr 2024 |
Keywords
- Hak atas Pekerjaan
- Hukum Pengungsi International
- Perlindungan Internasiona