Abstract
Kanker payudara adalah tumor ganas yang paling banyak terjadi pada wanita, pada tahun 2020 di perkirakan terdapat 2,3 juta kasus baru di seluruh dunia. Di Indonesia kanker payudara menduduki urutan kedua dan terbanyak dialami oleh perempuan. Operasi pengangkatan kanker dan kemoterapi merupakan terapi dari kanker payudara tetapi untuk terapi yang optimal memerlukan terapi hormon. Terapi hormon yang diberikan antara lain tamoxifen, aromatase inhibitor dan suplemen estrogen. Beberapa pasien menderita sindrom menopause terkait terapi tersebut seperti insomnia, kecemasan, hot flashes dan gejala lainnya. Prevalensi gejala terkait menopause pada kanker payudara setinggi 60-70%.
Pada wanita menopause yang kehilangan estrogen dapat menyebabkan gangguan kognitif, gejala vasomotor dan berdampak pada kualitas hidup. Gejala menopause dapat mempengaruhi kualitas hidup, produktivitas kerja, status kesehatan dan penggunaan layanan kesehatan. Hot flashes merupakan gejala menopause yang paling menonjol. Gejala menopause lainnya terdiri dari keringat malam, gangguan tidur, kerentanan emosional, kelelahan, nyeri sendi, perubahan kognitif, dan hilangnya hasrat seksual.
Terapi pada gejala menopause dapat berupa terapi hormon (seperti estrogen, progesterone dan tibolone) atau terapi non hormon (seperti clonidine, gabapentin dan antidepresan). Efek samping jangka panjang dari terapi hormon yaitu meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara sedangkan terapi non hormon memiliki efek samping berupa pusing, gangguan tidur, lelah, mulut kering, mual dan konstipasi.
Selain terapi menggunakan obat-obatan dapat dilakukan terapi akupunktur. Akupunktur dapat mempengaruhi gejala klimaterik, kadar estradiol, profil lipid dan reseptor estrogen dengan meningkatkan fungsi sumbu hipotalmus-hipofisis ovarium (HPO), meningkatkan kadar estradiol, merangsang aromatisasi hipotalamus, mengatur penurunan protein dan eskpresi mRNA pada reseptor estrogen, memodulasi sekresi dan menurunkan level ekspresi mRNA IL-6, serta merangsang pelepasan β endorphin yang akan merangsang sel Th2 untuk menghasilkan IL-10 yang akan mengurangi reaksi peradangan. Akupunktur bekerja melalui penyesuaian aksis neurohormon dan aktivitas saraf otonom sehingga dapat memperbaiki gejala neurologis atau gejala lain seperti kecemasan dan insomnia. Akupunktur meredakan hot flashes melalui peningkatan kadar β endorphin dan serotonin, selain itu dapat mengurangi noradrenalin yang dapat mempengaruhi titik termoregulasi dan menstabilkan aktivitas vasomotor.
Penelitian Srilestari, dkk, elektroakupunktur sebanyak 16 sesi dibandingkan dengan tibolone selama tiga bulan dapat mengurangi gejala klimaterik, terutama gejala vasomotor dan dispareunia, serta meningkatkan kadar estradiol dan mengatur profil lipid pada wanita menopause. Penelitian Chien dkk, efek akupunktur mengurangi gejala menopause selain hot flashes setidaknya selama 3 bulan. Penelitian Bokmad dan Flyger bahwa lima sesi akupunktur secara signifikan meningkatkan ketidaknyamanan hot flash pada pasien kanker payudara. Akupunktur memiliki efek samping yang minimal dan biaya yang rendah.
Pada wanita menopause yang kehilangan estrogen dapat menyebabkan gangguan kognitif, gejala vasomotor dan berdampak pada kualitas hidup. Gejala menopause dapat mempengaruhi kualitas hidup, produktivitas kerja, status kesehatan dan penggunaan layanan kesehatan. Hot flashes merupakan gejala menopause yang paling menonjol. Gejala menopause lainnya terdiri dari keringat malam, gangguan tidur, kerentanan emosional, kelelahan, nyeri sendi, perubahan kognitif, dan hilangnya hasrat seksual.
Terapi pada gejala menopause dapat berupa terapi hormon (seperti estrogen, progesterone dan tibolone) atau terapi non hormon (seperti clonidine, gabapentin dan antidepresan). Efek samping jangka panjang dari terapi hormon yaitu meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara sedangkan terapi non hormon memiliki efek samping berupa pusing, gangguan tidur, lelah, mulut kering, mual dan konstipasi.
Selain terapi menggunakan obat-obatan dapat dilakukan terapi akupunktur. Akupunktur dapat mempengaruhi gejala klimaterik, kadar estradiol, profil lipid dan reseptor estrogen dengan meningkatkan fungsi sumbu hipotalmus-hipofisis ovarium (HPO), meningkatkan kadar estradiol, merangsang aromatisasi hipotalamus, mengatur penurunan protein dan eskpresi mRNA pada reseptor estrogen, memodulasi sekresi dan menurunkan level ekspresi mRNA IL-6, serta merangsang pelepasan β endorphin yang akan merangsang sel Th2 untuk menghasilkan IL-10 yang akan mengurangi reaksi peradangan. Akupunktur bekerja melalui penyesuaian aksis neurohormon dan aktivitas saraf otonom sehingga dapat memperbaiki gejala neurologis atau gejala lain seperti kecemasan dan insomnia. Akupunktur meredakan hot flashes melalui peningkatan kadar β endorphin dan serotonin, selain itu dapat mengurangi noradrenalin yang dapat mempengaruhi titik termoregulasi dan menstabilkan aktivitas vasomotor.
Penelitian Srilestari, dkk, elektroakupunktur sebanyak 16 sesi dibandingkan dengan tibolone selama tiga bulan dapat mengurangi gejala klimaterik, terutama gejala vasomotor dan dispareunia, serta meningkatkan kadar estradiol dan mengatur profil lipid pada wanita menopause. Penelitian Chien dkk, efek akupunktur mengurangi gejala menopause selain hot flashes setidaknya selama 3 bulan. Penelitian Bokmad dan Flyger bahwa lima sesi akupunktur secara signifikan meningkatkan ketidaknyamanan hot flash pada pasien kanker payudara. Akupunktur memiliki efek samping yang minimal dan biaya yang rendah.
Original language | Indonesian |
---|---|
Publication status | Published - 21 Apr 2023 |