Abstract
Kota Tua Jakarta adalah objek wisata sejarah di Kota Jakarta. Wilayah Kota Tua Jakarta terbagi ke dalam
lima zona, yaitu Zona 1 Sunda Kelapa (Masjid Luar Batang, Museum Bahari, Menara Syahbandar, Gudang
VOC, dll), Zona 2 Fatahillah (Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Sejarah Jakarta, Alunalun Fatahillah, Museum Wayang, Museum Seni, Stasiun Jakarta Kota, dll), Zona 3 Pecinan (Komunitas
Pelukis Jalanan, Pusat Obat Tradisional Cina, Pusat Perniagaan, dll), Zona 4 Pekojan (Kampung Arab,
Langgar Tinggi, Mesjid An-Nawier, dll), dan Zona 5 Peremajaan (Pusat Perniagaan, Bangunan Cina, Gedung
Tua, Wisata Kuliner). Namun, sebagian besar wisatawan—domestik dan mancanegara—hanya berkunjung
ke Zona 2 sehingga penyampaian sejarah Kota Tua Jakarta menjadi kabur dan distribusi pendapatan
pariwisata Kota Tua Jakarta juga tidak merata. Ketidakmerataan distribusi pendapatan menimbulkan berbagai
permasalahan ekonomi dan sosial di Zona 1. Untuk menganalisis isu tersebut, metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur dan observasi partisipatori yang berorientasi spasial.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan analisis spasial yang dilakukan, wisatawan hanya mengunjungi
Zona 2 karena kemudahan aksesibilitas di Zona 2 dibandingkan dengan zona lainnya serta buruknya kondisi
trotoar yang menghubungkan Zona 2 dengan zona lainnya. Lebih dalam, buruknya kondisi trotoar berimplikasi
pada terbentuknya area-area ruang mati (death space) di Jalan Kakap dan Ekor Kuning. Kehadiran ruang mati
(death space) di Jalan Kakap dan Ekor Kuning mengundang terjadinya tindak kriminal dan masalah sosial
lainnya di wilayah tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba menawarkan solusi perbaikan pada trotoartrotoar yang mengonekasikan zona-zona di Kota Tua Jakarta, khususnya Zona 1 dan Zona 2. Konsep desain
yang digunakan pada perbaikan tersebut adalah Green-sidewalks.
lima zona, yaitu Zona 1 Sunda Kelapa (Masjid Luar Batang, Museum Bahari, Menara Syahbandar, Gudang
VOC, dll), Zona 2 Fatahillah (Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Sejarah Jakarta, Alunalun Fatahillah, Museum Wayang, Museum Seni, Stasiun Jakarta Kota, dll), Zona 3 Pecinan (Komunitas
Pelukis Jalanan, Pusat Obat Tradisional Cina, Pusat Perniagaan, dll), Zona 4 Pekojan (Kampung Arab,
Langgar Tinggi, Mesjid An-Nawier, dll), dan Zona 5 Peremajaan (Pusat Perniagaan, Bangunan Cina, Gedung
Tua, Wisata Kuliner). Namun, sebagian besar wisatawan—domestik dan mancanegara—hanya berkunjung
ke Zona 2 sehingga penyampaian sejarah Kota Tua Jakarta menjadi kabur dan distribusi pendapatan
pariwisata Kota Tua Jakarta juga tidak merata. Ketidakmerataan distribusi pendapatan menimbulkan berbagai
permasalahan ekonomi dan sosial di Zona 1. Untuk menganalisis isu tersebut, metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur dan observasi partisipatori yang berorientasi spasial.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan analisis spasial yang dilakukan, wisatawan hanya mengunjungi
Zona 2 karena kemudahan aksesibilitas di Zona 2 dibandingkan dengan zona lainnya serta buruknya kondisi
trotoar yang menghubungkan Zona 2 dengan zona lainnya. Lebih dalam, buruknya kondisi trotoar berimplikasi
pada terbentuknya area-area ruang mati (death space) di Jalan Kakap dan Ekor Kuning. Kehadiran ruang mati
(death space) di Jalan Kakap dan Ekor Kuning mengundang terjadinya tindak kriminal dan masalah sosial
lainnya di wilayah tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba menawarkan solusi perbaikan pada trotoartrotoar yang mengonekasikan zona-zona di Kota Tua Jakarta, khususnya Zona 1 dan Zona 2. Konsep desain
yang digunakan pada perbaikan tersebut adalah Green-sidewalks.
Original language | Indonesian |
---|---|
Journal | Majalah Ilmiah Globe |
Publication status | Published - 2020 |