Abstract
Pengujian keputusan pejabat publik di Indonesia yang selama ini menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) seharusnya dapat dilakukan melalui mekanisme pengaduan konstitusional (constitutional complaint) yang ditambahkan dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI). Hal ini disebabkan semua pejabat publik berpotensi untuk melakukan perbuatan yang melanggar atau merugikan hak-hak konstitusional warga negara yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penambahan kewenangan untuk menguji dan memutus perkara pengaduan konstitusional ini seharusnya dimungkinkan dalam rangka menjalankan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi sebagaimana diimplementasikan pada negara-negara yang menerapkan prinsip supremasi konstitusi, salah satunya adalah sebagaimana yang diterapkan dalam Mahkamah Konstitusi Korea Selatan. Sekalipun Korea Selatan memiliki peradilan administrasi yang juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian keputusan pejabat publik, namun Korea Selatan masih membuka ruang bagi warga negaranya untuk melakukan pengaduan konstitusional di Mahkamah Konstitusi Korea manakala terdapat keputusan pejabat publik yang dinilai merugikan dan melanggar hak konstitusional warga negara yang telah dijamin dalam konstitusi. Dengan demikian, manakala seluruh upaya hukum (legal remedy) atas pelanggaran hak konstitusional akibat dikeluarkannya suatu keputusan pejabat publik, telah dilakukan (exhausted), namun pelanggaran tetap terjadi, maka adanya mekanisme pengaduan konstitusional menjadi kebutuhan untuk memberikan perlindungan yang maksimum atas hak konstitusional warga negara. Oleh karenanya, penambahan kewenangan untuk mengadili dan memutus perkara pengaduan konstitusional itupun juga tidak dapat dipisahkan dari kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Original language | English |
---|---|
Pages (from-to) | 168-194 |
Journal | Jurnal Konstitusi |
Volume | 18 |
Issue number | 1 |
Publication status | Published - Apr 2021 |