Abstract
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka tujuan pembangunan desa dan kawasan perdesaan adalah tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup, tetapi juga untuk menanggulangi kemiskinan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain memenuhi kebutuhan dasar, membangun sarana dan prasarana desa, mengembangkan potensi ekonomi lokal, serta memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Bahkan pada RPJMN 2020-2024, pembangunan desa dan kawasan perdesaan ini telah menjadi salah satu target kegiatan prioritas arahan pengembangan wilayah dan pemerataan karena desa merupakan lokus kebijakan yang paling dekat dengan masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep desentralisasi fiskal menurut Bahl dan Linn (1994) yang meliputi desentralisasi pemerintahan, distribusi pengeluaran, dan mobilisasi pendapatan sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi untuk mencapai tujuan pemerintah. Oleh karena itu, implementasi desentralisasi sampai level desa ini diharapkan dapat berperan dalam mendukung pertumbuhan dan pembangunan yang lebih besar di tingkat desa sesuai dengan strategi dan inisiatif pemerintahnya, baik dalam pemanfaatan modal publik untuk mendukung pengembangan sektor swasta maupun menciptakan peluang kegiatan ekonomi. Sebelum UU tentang Desa ditetapkan, desa dianggap hanya sebagai obyek pembangunan sehingga sering kali kebijakan pemerintah di desa justru menghambat terciptanya kreativitas dan inovasi masyarakat desa untuk melakukan kegiatan perekonomian. Oleh karenanya, UU tersebut merupakan solusi dalam pembangunan desa di Indonesia agar supaya desa dapat bertindak sebagai aktor atau subyek utama dalam proses pembangunan desa, yang dapat mengubah dari desa tertinggal menjadi desa berkembang dan mandiri. Melalui UU Desa, Antlöv (2003) menegaskan bahwa pemerintah desa sejak saat itu telah diberikan kewenangan lebih luas untuk 138 EKONOMI, KEUANGAN, DAN KEMANDIRIAN DESA DI TENGAH PANDEMImengambil keputusan dan mengimplementasikannya menjadi kebijakan di tingkat desa. Melalui kebijakan desentralisasi fiskal, pemerintah mendukung pembangunan desa-desa di Indonesia melalui Dana Desa yang bersumber dari APBN. Dana tersebut diharapkan dapat menjadi stimulus atau pendorong dalam pelaksanaan pemberdayaan, pembinaan kemasyarakatan, pembangunan, dan pemerintahan yang ada di desa. Bukti empiris keberhasilan Dana Desa di Thailand yang sudah ada sejak tahun 2001 telah disampaikan oleh Boonperm, Haughton dan Khandker (2013) dan menyatakan bahwa kebijakan tersebut telah mampu mengatasi permasalahan masyarakat wilayah pedesaan di Thailand. Alokasi anggaran pemerintah untuk Dana Desa terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp 20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp 276 juta. Pada 2020, angka tersebut mencapai Rp71,19 triliun dengan rata-rata perolehan tiap desa sebesar Rp 952 juta. Dalam hal keuangan desa, selain mendapatkan Dana Desa melalui APBN, pemerintahan desa juga memperoleh Anggaran Dana Desa (ADD) dari pemerintah Kabupaten/Kota, bantuan keuangan APBD Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dan hibah yang digunakan untuk pembangunan desa (Kemendesa PDTT, 2019).
Original language | English |
---|---|
Title of host publication | KERJASAMA ANTAR DESA BAGI PENGUATAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN MENUJU KEMANDIRIAN EKONOMI DESA |
Publisher | UPP STIM YKPN |
ISBN (Print) | 97886237845140 |
Publication status | Published - 2020 |