Abstract
Salah satu upaya mengatasi permasalahan overcapacity lapas adalah dengan tidak menggunakan pidana penjara, melainkan tindakan berupa rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika. Dalam rangka mengoptimalkan pemberian rehabilitasi, melalui Peraturan Bersama Rehabilitasi 2014 Tim Asesmen Terpadu dibentuk dengan tugas melakukan asesmen medis dan hukum terhadap pelaku, lalu memberikan rekomendasi rehabilitasi bagi pelaku. Namun, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU No. 35/2009) tidak mengatur kewajiban asesmen oleh Tim Asesmen Terpadu sebagai syarat pemberian rehabilitasi. Selain itu, tidak terdapat pengaturan secara jelas mengenai kekuatan pembuktian hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu. Melalui tulisan ini,akan diteliti mengenai kedudukan Tim Asesmen Terpadu dalam UU No. 35/2009 serta kekuatan pembuktian hasil asesmen dan pengaruhnya terhadap pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tim Asesmen Terpadu tidak diatur dalam UUNo. 35/2009, melainkan berdasarkan Peraturan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, dan Badan narkotika Nasional. Hasil asesmen yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu diakui sebagai alat bukti surat atau keterangan ahli, tetapi tidak mengikat hakim dalam mengambil putusan. Hakim dapat memutuskan penjatuhan tindakan berupa rehabilitasi dengan atau tanpa hasil penilaian Tim Asesmen Terpadu.
Original language | Indonesian |
---|---|
Title of host publication | PERCIKAN PEMIKIRAN MAKARA MERAH Dari FHUI Untuk Indonesia |
Publisher | UI Publishing |
Pages | 341-351 |
ISBN (Print) | 9786233336727 |
Publication status | Published - 2023 |