Abstract
ndonesia dengan lima pilar Pancasila-nya mengikat negara dan warga-nya untuk “Percaya Pada Tuhan Yang Maha Esa” dimana identitas agama atau kepercayaan adalah ruh dari negara yang harus dihormati. Hal ini dibuktikan dengan adanya Undang-UndangNo. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama yang melarang penodaan agama dan melarang keyakinanateisme atau keyakinan apapun selain pada identitas agama yangdiakui oleh pemerintah dan hukum. Pasal 156 (a) dari KUHP yang juga menghukum “penyebaran informasi yang bertujuan menghasut kebencian atau permusuhan agama” selama lima tahun penjara. Belakangan, lahir pula UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2008 mengatur sanksi pidana untuk fitnah, ujaran kebencian, termasuk ekspresi yang terkategori menghina agama/ keyakinan tertentu melalui sarana elektronik. Di sisi lain, UUD 1945, serta Undang-Undang Hak Asasi Manusia Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 12/2005 tentang Ratifikasi ICCPR menjamin kebebasan berekspresi, beragama dan berkeyakinan. Namun kritik terhadap agama sangat dibatasi dan dukungan terhadap ateisme secara efektiftetapdilarang di Indonesia. Oleh karena itu, artikel ini ingin lebih dalam mengeksplorasi dinamika keberlakuan dan penegakan hukum penistaan agama di Indonesia dalam rezim hak asasi manusianasionaldan internasonal. Lalu, apakah undang-undang mengenai penistaan agama memiliki dasar hukum dalam sistem hukum Indonesia, rezim hak asasi manusia nasionaldan internasional, serta nilai-nilai sosial kegamaan sekitar. Studi komparasi dilakukan di beberapa daerah di Indonesia dan di beberapa Negara Asia Tenggara
Original language | Indonesian |
---|---|
Journal | Perspektif Hukum Universitas Hang Tuah |
Volume | 20 |
Issue number | 1 |
DOIs | |
Publication status | Published - 2020 |
Keywords
- penodaan
- agama
- keberlakuan
- tantangan
- Indonesia