Abstract
Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP) dengan salah satu pokok materinya, yakni kebijakan pengungkapan aset sukarela. Meski diharapkan dapat berimplikasi secara positif atas kehidupan masyarakat, namun tidak sedikit yang khawatir kebijakan ini dapat berdampak buruk. Di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian karena masih banyak orang yang menganggap kebijakan ini merupakan tax amnesty jilid dua. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah kebijakan pengungkapan aset sukarela merupakan salah satu bentuk dari tax amnesty, menganalisis dasar pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan pengungkapan aset sukarela, proses formulasi kebijakan pengungkapan aset sukarela, dan pemenuhan kriteria good tax policy menurut Joint Venture’s Tax Policy Group dengan kebijakan pengungkapan aset sukarela. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan paradigma post positivist dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan berupa wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan pengungkapan aset sukarela merupakan kebijakan yang sama dengan kebijakan tax amnesty. Kemudian, Fungsi pajak sebagai instrumen politik menjadi dasar pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan pengungkapan aset sukarela. Proses formulasi kebijakan pengungkapan aset sukarela telah sejalan dengan konsep formulasi kebijakan model rasional sederhana yang dikemukakan oleh Patton dan Savicky. Kebijakan pengungkapan aset sukarela juga telah memenuhi konsep good tax policy
Original language | Indonesian |
---|---|
Pages (from-to) | 35-47 |
Journal | MUC Tax Journal |
Volume | 1 |
Issue number | 1 |
DOIs | |
Publication status | Published - 10 Apr 2023 |
Keywords
- Kebijakan Pengungkapan Aset Sukarela
- Tax Amnesty
- Proses Formulasi Kebijakan
- Good Tax Policy