Hubungan Antibodi Anti Trombosit terhadap Respon Transfusi Trombosit pada Pasien Hemato- Onkologi yang Mendapatkan Multitransfusi Trombosit di RS Dr. Cipto Mangunkusomo

Research output: Contribution to journalArticlepeer-review

Abstract

Pendahuluan. Multitransfusi donor random dan paparan terhadap konsentrat trombosit yang termasuk non-leukocyte depleted diketahui sebagai faktor risiko terjadinya alloimunisasi (HLA dan HPA) yang dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan transfusi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan antibodi anti trombosit tersebut dengan kegagalan respon transfusi trombosit pada pasien hemato-onkologi sehingga dapat dilakukan metode seleksi donor dan crossmatching trombosit donor dan resipien. Metode. Studi observasional dilakukan pada pasien hemato-onkologi dewasa yang mendapatkan multitransfusi trombosit di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Pengamatan dilakukan pada respon transfusi dengan mengukur corrected count increment (CCI) 1 jam post transfusi dengan batas 7.500 m2/mL. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi CCI dieksklusi dari penelitian. Antibodi (Ig G) dideteksi dari serum pre transfusi terhadap antigen HLA kelas 1, epitop GP IIb/ IIIa, Ib/IX dan Ia/IIa dengan teknik ELISA secara kualitatif. Pengukuran ini menggunakan kit ELISA komersial Pak-2 LE. Analisis statistik dilakukan dengan uji chi-square dan regresi logistik untuk ditentukan PR dengan IK 95%. Hasil. Selama periode Maret–Juni 2008 terkumpul 36 transfusi yang diberikan pada 21 pasien dengan berbagai diagnosis hemato-onkologi. Sebanyak 33,3% memberikan respon transfusi yang tidak memuaskan (CCI <7.500). Dari seluruh transfusi, ditemukan antibodi HLA kelas 1 positif sebanyak 38,9% dari pasien, sedangkan antibodi GP IIb/IIIa hanya ditemukan pada 1 orang (2,8%). Didapatkan hubungan antara antibodi HLA kelas 1 dan kegagalan respon transfusi dengan nilai PR 4,7 (IK 95% 1,535–14,474, p=0,003) dan adjusted PR 11,4 (IK 95%, 2,219–58,557, p=0,004). Simpulan. Pasien yang memiliki antibodi HLA kelas 1, memiliki kecenderungan kegagalan transfusi trombosit 11,4 kali lebih besar. Namun, hubungan antibodi GP IIb/IIIa dengan respon transfusi belum dapat ditentukan, sehingga dibutuhkan studi lanjutan dengan sampel yang lebih besar.
Original languageIndonesian
Pages (from-to)200-207
JournalJurnal Penyakit Dalam Indonesia
Volume2
Issue number4
DOIs
Publication statusPublished - 2015

Cite this