Abstract
Dominasi interaksi warga di dunia digital masih menyisakan ketidaksetaraan antar generasi. Walau data menunjukkan dari 268 juta penduduk Indonesia, terdapat 355 juta pengguna seluler (133%). Dimana 91% mengakses informasi melalui ponsel, mayoritas interaksi digital ini berasal digital native. Digital natives (17-34 tahun) adalah generasi yang lahir berdampingan dengan perkembangan teknologi. Sedang digital immigrants (45-65 tahun) lahir sebelum teknologi digital berkembang pesat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan teknik dua kali wawancara dengan FGD dengan 55 orang responden. Ke 55 responden berasal dari digital natives (20) dan digital immigrants (35). Teknik wawancara menggunakan tidak terstruktur. Dengan analisis data bersifat deskriptif. Penelitian ini menemukan adanya misinterpretasi kompetensi digital, terutama dalam konsumsi informasi hoaks. Dibandingkan dengan generasi digital immigrant dalam mengkonsumsi berita, digital natives menunjukkan ketimpangan schemata dalam mengenali informasi digital. Kedua generasi masih mudah terprovokasi dengan kandungan emosional hoaks. Terjadi kendala untuk digital natives merubah kondisi sosial atas persebaran berita hoaks (digital divide). Pola patron-client menjadi salah satu penyebab hoaks menjadi informasi yang dipercaya juga oleh digital natives.
Original language | Indonesian |
---|---|
Pages (from-to) | 74-98 |
Number of pages | 25 |
Journal | Communications |
Volume | 2 |
Issue number | 2 |
DOIs | |
Publication status | Published - 31 Jul 2020 |
Keywords
- Digital Natives
- Kesenjangan Digital
- Misinformasi