Abstract
Sindrom afasia dapat berkembang menjadi bentuk yang lebih ringan namun dapat menetap dan mempengaruhi pemulihan dan mempengaruhi hidup penderitanya akibat hendaya komunikasi. Perubahan sindrom afasia dapat melibatkan berbagai modalitas bahasa. Untuk mendeskripsikan gambaran sindrom afasia dan perubahannya pasca terapi wicara selama tiga bulan. Penelitian deskriptif observasional dengan metode pengambilan data menggunakan data sekunder pasien afasia dari poliklinik fungsi luhur departemen Neurologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Agustus 2018 sampai dengan Januari 2019. Penilaian afasia menggunakan Tes Afasia untuk Diagnosis, Informasi dan Rehabilitasi (TADIR) yang diulang setelah terapi wicara selama sekurangnya 3 bulan. Mayoritas pasien adalah laki-laki (64,9%) dengan rerata usia 52,5±12,73 tahun dan rerata lama pendidikan 15±3,9 tahun. Sindrom afasia yang terbanyak ditemukan adalah afasia Broca (28,6%) diikuti afasia global (21,4%). Pemeriksaan ulang pasca terapi menunjukkan 35,71% mengalami perubahan sindrom. Seorang pasien afasia global berubah menjadi afasia Broca dan seorang lagi menjadi afasia transkortikal campuran. Dua orang pasien dengan afasia konduksi dan seorang pasien dengan sindrom afasia transkortikal motorik berubah menjadi afasia anomik. Hampir seluruh pasien mengalami peningkatan nilai norma TADIR pada pemeriksaan ulang. Pasien dengan perubahan sindrom memiliki rerata lama pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami perubahan sindrom. Perubahan sindrom afasia dijumpai pada 35,71% pasien pasca terapi wicara dan memiliki rerata lama pendidikan yang lebih tinggi. Sindrom afasia dapat berkembang menjadi bentuk yang lebih ringan dalam berbagai modalitas bahasa yang berbeda.
Original language | Indonesian |
---|---|
Journal | Dentika Dental Journal |
Volume | 52 |
Issue number | 3 |
Publication status | Published - 23 Aug 2019 |
Keywords
- Afasia
- terapi wicara
- kemampuan berbahasa
- TADIR