Abstract
Pendahuluan. Rujukan yang tepat waktu kepada dokter spesialis konsultan ginjal pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) sangat penting. Rujukan terlambat pada pasien PGK meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Sebagai rumah sakit rujukan tersier dimana semua pasien dilayani oleh konsultan (sub-spesialis), RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) belum mempunyai data mengenai rujukan terlambat pasien PGK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi rujukan terlambat pasien PGK-stadium akhir yang menjalani hemodialisis pertama kali di RSCM dan faktor-faktor yang berhubungan.
Metode. Dilakukan studi potong lintang terhadap pasien PGK-stadium akhir yang menjalani hemodialisis pertama kali di RSCM dari April 2017 hingga Januari 2019. Rujukan terlambat didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan subjek mendapatkan perawatan pra-dialisis oleh dokter spesialis konsultan ginjal lebih dari 6 bulan. Variabel tidak tergantung terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, tingkat kemandirian, risiko penyakit komorbid, kepatuhan berobat dan etiologi PGK. Dari data register hemodialisis dan rekam medik dilakukan penelusuran subjek yang menjalani hemodialisis pertama kali di RSCM. Subjek hidup diberikan informed consent untuk dilakukan wawancara. Sementara pada subjek meninggal dan yang tidak dapat dihubungi, data didapatkan dari rekam medik. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi-square, bila persyaratan tidak terpenuhi maka menggunakan uji Fisher. Variabel-variabel yang bermakna selanjutnya dianalisis dengan uji regresi logistik.
Hasil. Dari 210 subjek pasien PGK-stadium akhir yang menjalani hemodialisis pertama kali di RSCM, didapatkan 189 pasien dirujuk terlambat (proporsi 90%; IK 95% 86,2-96,7). Berdasarkan hasil analisis multivariat, dua faktor utama yang berhubungan dengan rujukan terlambat adalah tingkat kemandirian rendah (p=0,002; OR 6,71; IK 95% 2,02-22,32) dan ketidak-patuhan berobat (p=0,001; OR 7,42; IK 95% 2,33-23,62).
Simpulan. Proporsi rujukan terlambat pasien PGK di RSCM masih sangat tinggi (90%). Tingkat kemandirian rendah dan ketidak-patuhan berobat berhubungan dengan kejadian keterlambatan rujukan pasien PGK di RSCM. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui peranan faktor lainnya seperti sistem rujukan kesehatan yang berlaku dan implementasinya oleh dokter di lapangan.
Metode. Dilakukan studi potong lintang terhadap pasien PGK-stadium akhir yang menjalani hemodialisis pertama kali di RSCM dari April 2017 hingga Januari 2019. Rujukan terlambat didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan subjek mendapatkan perawatan pra-dialisis oleh dokter spesialis konsultan ginjal lebih dari 6 bulan. Variabel tidak tergantung terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, tingkat kemandirian, risiko penyakit komorbid, kepatuhan berobat dan etiologi PGK. Dari data register hemodialisis dan rekam medik dilakukan penelusuran subjek yang menjalani hemodialisis pertama kali di RSCM. Subjek hidup diberikan informed consent untuk dilakukan wawancara. Sementara pada subjek meninggal dan yang tidak dapat dihubungi, data didapatkan dari rekam medik. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi-square, bila persyaratan tidak terpenuhi maka menggunakan uji Fisher. Variabel-variabel yang bermakna selanjutnya dianalisis dengan uji regresi logistik.
Hasil. Dari 210 subjek pasien PGK-stadium akhir yang menjalani hemodialisis pertama kali di RSCM, didapatkan 189 pasien dirujuk terlambat (proporsi 90%; IK 95% 86,2-96,7). Berdasarkan hasil analisis multivariat, dua faktor utama yang berhubungan dengan rujukan terlambat adalah tingkat kemandirian rendah (p=0,002; OR 6,71; IK 95% 2,02-22,32) dan ketidak-patuhan berobat (p=0,001; OR 7,42; IK 95% 2,33-23,62).
Simpulan. Proporsi rujukan terlambat pasien PGK di RSCM masih sangat tinggi (90%). Tingkat kemandirian rendah dan ketidak-patuhan berobat berhubungan dengan kejadian keterlambatan rujukan pasien PGK di RSCM. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui peranan faktor lainnya seperti sistem rujukan kesehatan yang berlaku dan implementasinya oleh dokter di lapangan.
Original language | English |
---|---|
Journal | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia |
Publication status | Published - 2020 |