Abstract
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan sebelumnya, terdapat beberapa isu yang timbul dari pemotongan pajak yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Di tengah penelitian yang peneliti lakukan, telah disahkan Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Sehingga perlu dilakukan evaluasi terkait kebijakan Pajak Penghasilan dalam transaksi pembayaran bunga pinjaman financial technology peer to peer lending. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif (logika deduktif), teknik pengumpulan data kualitatif, dan teknis analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 23 dinilai belum memberikan kepastian hukum bagi transaksi pembayaran bunga pinjaman p2p lending, menimbulkan biaya kepatuhan yang meningkat, serta kurangnya kesederhanaan administrasi. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kepastian hukum terkait peraturan perpajakan pada transaksi pembayaran bunga pinjaman fintech p2p lending sudah menjadi lebih jelas dan lebih mudah. Dari sisi biaya kepatuhan, adanya kebijakan ini hanya menggeser beban kewajiban pemotongan dari yang semula berada pada sisi borrower menjadi melekat pada penyedia platform. namun, secara keseluruhan adanya UU HPP dan PMK 69 sudah mengakomodir transaksi p2p lending secara lebih baik.
Original language | Indonesian |
---|---|
Journal | Syntax Idea |
Volume | 5 |
Issue number | 9 |
Publication status | Published - 2023 |
Keywords
- Evaluasi Kebijakan
- Pajak Penghasilan
- Fintech P2P Lending