TY - JOUR
T1 - Benarkah Dialiser Proses Ulang Memicu Inflamasi?
AU - Suhardjono, null
PY - 2016
Y1 - 2016
N2 - Sejak hemodialisis dipakai sebagai pengobatan pengganti ginjal, sekitar tahun 1960-an, reuse dializer (dialiser proses ulang, DPU) sudah dilakukan. Salah satu alasannya adalah penghematan biaya dialisis dan penghematan sumber daya alam. Pemakaian DPU semakin sering dilakukan dengan meningkatnya jumlah pasien dialisis, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Pada akhirnya, sampai sekitar 10 tahun terakhir, terutama di negara maju, praktik ini mulai mengurang. Di Eropa bahkan mulai ditinggalkan. Data terakhir di Amerika Serikat pada tahun 2005, pemakaian DPU meliputi 40% unit dialisis. Salah satu penyebabnya adalah semakin murahnya dialiser dan mungkin tuntutan dari pasien yang terlalu kuatir dengan proses pembersihan dan pencucian dialiser. Akan tetapi, di Indonesia dengan biaya hemodialisis (HD) yang harus ditekan sangat rendah, DPU diperlukan agar dapat mengurangi biaya yang harus ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Hal ini menjadi masalah baru yang dihadapi di Indonesia, apalagi saat ini sudah mulai ada tuntutan dari pasien maupun lembaga swadaya masyarakat pada layanan kesehatan. Sebenarnya, pemakaian DPU bukanlah suatu praktik yang salah, apabila dilakukan secara benar. Terdapat panduan klinik untuk proses ulang dari Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) 2006, yang tidak ada lagi pada KDOQI 2015. Dalam KDOQI 2016 dianjurkan bahwa proses ulang dialiser dilakukan sesuai standar dari Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI). Selain itu, pemakaian mesin untuk DPU juga sudah meluas, yang sudah tentu lebih baik hasilnya dibandingkan dilakukan secara manual tanpa mesin. Dalam berbagai penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat beda mortalitas pada pemakaian single use dengan multiuse, bahkan pada dialiser yang bioinkompatible, pemakaian multiuse mengurangi reaksi imun.
AB - Sejak hemodialisis dipakai sebagai pengobatan pengganti ginjal, sekitar tahun 1960-an, reuse dializer (dialiser proses ulang, DPU) sudah dilakukan. Salah satu alasannya adalah penghematan biaya dialisis dan penghematan sumber daya alam. Pemakaian DPU semakin sering dilakukan dengan meningkatnya jumlah pasien dialisis, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Pada akhirnya, sampai sekitar 10 tahun terakhir, terutama di negara maju, praktik ini mulai mengurang. Di Eropa bahkan mulai ditinggalkan. Data terakhir di Amerika Serikat pada tahun 2005, pemakaian DPU meliputi 40% unit dialisis. Salah satu penyebabnya adalah semakin murahnya dialiser dan mungkin tuntutan dari pasien yang terlalu kuatir dengan proses pembersihan dan pencucian dialiser. Akan tetapi, di Indonesia dengan biaya hemodialisis (HD) yang harus ditekan sangat rendah, DPU diperlukan agar dapat mengurangi biaya yang harus ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Hal ini menjadi masalah baru yang dihadapi di Indonesia, apalagi saat ini sudah mulai ada tuntutan dari pasien maupun lembaga swadaya masyarakat pada layanan kesehatan. Sebenarnya, pemakaian DPU bukanlah suatu praktik yang salah, apabila dilakukan secara benar. Terdapat panduan klinik untuk proses ulang dari Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) 2006, yang tidak ada lagi pada KDOQI 2015. Dalam KDOQI 2016 dianjurkan bahwa proses ulang dialiser dilakukan sesuai standar dari Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI). Selain itu, pemakaian mesin untuk DPU juga sudah meluas, yang sudah tentu lebih baik hasilnya dibandingkan dilakukan secara manual tanpa mesin. Dalam berbagai penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat beda mortalitas pada pemakaian single use dengan multiuse, bahkan pada dialiser yang bioinkompatible, pemakaian multiuse mengurangi reaksi imun.
UR - http://www.jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/18
U2 - 10.7454/jpdi.v3i3.18
DO - 10.7454/jpdi.v3i3.18
M3 - Article
SN - 2549-0621
VL - 3
SP - 115
JO - Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
JF - Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
IS - 3
ER -