Description
Pengantar
Pada film Titanic, ketika kapal megah Titanic akan tenggelam setelah menabrak gunung es, kapten kapal, Edward John Smith memilih tetap di ruang kemudi. Ia bertahan sampai laut menenggelamkan ruangan itu. Mungkin terdapat penonton yang bertanya, mengapa ia bertahan di ruang kemudi? Mengapa ia malah bersiap mengahadap maut dan bukannya lari menyelamatkan diri? Dalam kisah wayang, tokoh Adipati Karna juga unik. Ia lahir dari ibu yang melahirkan para Pandawa. Ia tahu bahwa Kurawa adalah pihak yang tidak benar. Namun Karna telah bersumpah untuk menjadi bagian Kurawa melawan Pandawa (Pendit, 2003; Debroy dkk., 2018; Suyatno dkk. 2021). Tentunya hal ini agak aneh, bagaimana seorang yang tahu hal yang benar, tetap saja ia bertahan di pihak yang tidak benar.
Penjelasan atas adegan-adegan itu menunjukkan bahwa sang kapten kapal mau menanggung konsekuensi dari keyakinannya (sebagai pemimpin kapal), walaupun konsekuensi tersebut menyulitkan atau tidak menyenangkan (tenggelam). Karna tidak mundur dan pindah ke posisi Pandawa dengan konsekuensi dia menjadi musuh dan bahkan tewas. Inilah yang kita kenal sebagai bentuk integritas.
Definisi
Integritas berasal dari bahasa latin integer yang berarti “keseluruhan” (whole/entire), menyatukan keseluruhan bagian yang berbeda dari diri seseorang. Integritas juga bisa diartikan sebagai menghormati nilai intrinsik dan kehormatan yang dimiliki setiap individu. Integritas juga kerap menjadi kata yang mewakili karakteristik orang yang baik dan bermoral (Macfarlane et al., 2014).
APA dictionary of psychology mendefinisikan integritas sebagai kualitas konsistensi moral, kejujuran, dan perwujudan keadaan yang sebenarnya akan diri dan orang lain (APA, 2018). Sejalan dengan hal itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menyebut integritas sebagai kejujuran (KBBI, n.d.).
Tidak dapat dipungkiri, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam konteks yang beragam, integritas menjadi istilah yang kerap dikaitkan dengan kejujuran, moral, dan tanggung jawab (Huberts, 2018). Oleh karena itu, integritas menjadi nilai yang kerap dijunjung tinggi dan ditanamkan, dan individu yang berintegritas menjadi ciri individu yang memiliki sikap positif.
Aspek-Aspek Integritas
Dasar dari integritas adalah moral, jujur, konsisten, dan dapat dipercaya (Gentry et al., 2016). Carter (1966, dalam Olson, 2002) menyebut bahwa terdapat tiga komponen yang merepresentasi intergritas moral, yakni ketajaman moral, tingkah laku konsisten, dan justifikasi publik. Ketajaman moral adalah kemampuan individu untuk membedakan dengan jelas mana hal yang benar secara moral dan mana hal yang salah secara moral. Individu dapat merefleksikan apa saja hal yang baik dan hal yang buruk yang dapat dilakukan pada diri sendiri maupun orang lain.
Lalu, integritas moral dicirikan dengan tingkah laku konsisten dalam berbagai waktu dan situasi. Individu yang berintegritas moral akan terus meyakini keyakinan untuk berlaku baik dan bermoral di setiap saat, meskipun sedang mengalami kesulitan.
Terakhir, individu dengan integritas akan terbuka terhadap pilihan tindakannya yang didasari oleh hasil refleksi dan evaluasi moral. Individu akan melakukan tingkah laku yang benar secara moral dan jujur dalam motivasinya.
Integritas pun dapat dilihat sebagai hasil dari bagaimana semua kognisi, emosi, dan motivasi individu saling terkait, sejalan, dan konsisten untuk menghasilkan tingkah laku yang bermoral. Hal ini berarti individu yang memiliki integritas konsisten untuk mengikuti prinsip dan aturan moral, baik yang terlihat dari luar individu maupun dari dalam dirinya sendiri (Arvanitis & Kaliris, 2020).
Hal ini juga sejalan dengan temuan Widyarini et al. (2019) yang menyatakan integritas bukan hanya konsistensi tingkah laku belaka, tetapi konsistensi tingkah laku yang memiliki nilai positif. Oleh karena itu, karakteristik individu yang berintegritas digambarkan sebagai individu yang dapat memegang kebajikan positif (jujur, bertanggung jawab, sesuai standar moral), memiliki kompetensi untuk bertindak berdasarkan kebajikan (perilaku yang berfungsi secara sosial, perilaku yang dikendalikan, disiplin diri), dan memiliki tekad untuk memegang kebajikan (ketekunan, keyakinan menyelesaikan tugas) (Widyarini et al., 2019).
Membangun Integritas
Integritas menjadi nilai yang penting untuk diri sendiri agar dapat menjalani kehidupan dengan mengedepankan prinsip moral yang konsisten. Untuk itu, integritas perlu dibangun, dibentuk sedemikian tekad di dalam diri kita. Hal ini dapat diawali dengan melihat nilai-nilai positif apa saja yang dapat kita tanam dan implementasikan. Nilai-nilai positif dari diri sendiri seperti kejujuran, keberanian, dan memiliki prinsip dan karakter yang baik, serta nilai positif untuk orang lain seperti menghormati orang lain, belas kasih, peduli, dan beradaptasi pada keadaan sosial menjadi nilai-nilai yang terdapat dalam integritas yang harus kita kembangkan dalam kehidupan sehari-hari (Widyarini et al., 2019).
Lebih lanjut, nilai-nilai positif tersebut tidak hanya kita ketahui atau lakukan sesekali, tetapi memang harus konsisten dan tekun dalam perwujudannya. Untuk itu, pembiasaan diri akan nilai-nilai positif tersebut di dalam kehidupan sehari-hari menjadi hal yang patut untuk dilakukan agar menjadi pribadi yang berintegritas. Konsistensi akan nilai positif menjadi upaya yang nyata bagi individu dalam mencapai diri yang berintegritas (Widyarini et al., 2019).
Widyarini et al. (2019) menemukan bahwa individu kerap mencontoh bentuk-bentuk perilaku integritas dari tokoh atau orang lain. Oleh karena itu, pembelajaran integritas, khususnya di lingkungan pendidikan, perlu untuk ditanamkan dan diarahkan secara praktikal alias tiap individu yang terlibat di dalamnya dapat konsisten dalam menunjukkan serta mencontohkan berperilaku integritas. Hal ini dapat menjadi cara yang mendukung terbangunnya integritas pada tiap individu selain menyisipkan pendidikan karakter yang menekankan rasa hormat dan kepedulian.
Selain perwujudan nilai positif yang konsisten, Widyarini et al. (2019) juga mengemukakan bahwa integritas akan semakin terbangun apabila individu juga memiliki kompetensi akan keadilan dan keberanian moral, sebab perilaku moral yang konsisten tanpa dibarengi mementingkan keadilan serta keberanian untuk mengutamakan moral dapat saja mengikis integritas tersebut. Untuk itu, dalam pengembangan sifat integritas diri, individu juga perlu untuk mengutamakan keadilan sosial serta berani untuk memberantas tindakan yang tidak bermoral dan mengedepankan perilaku bermoral agar integritas tetap terjaga.
Selalu ingat untuk mewujudkan integritas di seluruh bidang kehidupan, seperti di akademik, pekerjaan, sampai kehidupan sosial bermasyarakat, termasuk juga di dunia maya. Terbentuknya integritas diri membuat kita juga merasakan dampak positif seperti perasaan yang baik dan terhubung dengan baik oleh orang lain karena sikap kita yang dapat dipercaya. Hal ini diketahui dapat memberikan kesejahteraan psikologis bagi indvidu (Wright, 2015).
Penutup
Kapten Edward John Smith dan Adipati Karna mencirikan integritas sebab keduanya merasa perlu untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan dan apa yang menjadi tanggungannya, yakni keselamatan kapal yang ia nahkodai dan janji pada Kurawa, bahkan sampai akhir hayat. Integritas menjadi sebuah sifat yang tidak hanya tentang kejujuran, tetapi bagaimana individu dapat menanamkan nilai-nilai moral yang positif (termasuk kejujuran) dan konsisten dalam mengimplementasikannya. Konsistensi berperilaku baik akan menghasilkan hasil yang baik juga dan menciptakan kesejahteraan psikologis untuk diri sendiri dan menciptakan kesejahteraan untuk bersama. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mewujudkan pribadi yang berintegritas dalam tiap aspek kehidupan yang kita jalani.
Referensi:
American Psychological Association. (2018). Integrity. https://dictionary.apa.org/integrity
Arvanitis, A., & Kalliris, K. (2020). Consistency and moral integrity: A self-determination theory perspective. Journal of Moral Education, 49(3), 316–329. DOI: 10.1080/03057240.2019.1695589.
Debroy, B. (Ed.). (2018). The Illustrated Mahabharata: A Definitive Guide to India's Greatest Epic. Penguin Random House.
Gentry, W. A., Cullen, K. L., & Altman, D. G. (2016). The irony of integrity: A study of the character strengths of leaders. [White Paper]. Greensboro, NC: Center for Creative Leadership.
Huberts, L. W. J. C. (2018). Integrity: What it is and why it is important. Public Integrity, 20(1), 18–32. DOI: 10.1080/10999922.2018.1477404
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (n.d.). Integritas. https://kbbi.web.id/integritas
Macfarlane, B., Zhang, J., & Pun, A. (2014). Academic integrity: a review of the literature. Studies in higher education, 39(2), 339–358.
Olson, L. M. (2002). The relationship between moral integrity, psychological well-being, and anxiety. [Disertasi Doktoral, University of Wisconsin-Madison]. https://citeseerx.ist.psu.edu/document?repid=rep1&type=pdf&doi=6c0fa7f5c5567e98b6ef6003c8ef0465cb390df1
Pendit, N. S. (2003). Mahabharata. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suyatno, S., Supardjo, S., & Sutarjo, S. (2021, December). The Adipati Karna's Morality Due to Kresna Duta by Ki Narto Sabdo. In Proceedings of the 4th BASA: International Seminar on Recent Language, Literature and Local Culture Studies, BASA, November 4th 2020, Solok, Indonesia.
Widyarini, I., Yuniarti, K. W., & Nugraha, L. A. (2019). Kerangka konseptual integritas: Studi eksplorasi pada guru-guru sekolah dasar di Yogyakarta. MEDIAPSI, 5(1), 16–29. DOI: https://doi.org/10.21776/ub.mps.2019.005.01.2.
Wright, T.A. (2015). Distinguished scholar invited essay: Reflections on the role of character in business education and student leadership development. Journal of Leadership and Organizational Studies, 22(3), 253–264.
Period | 15 Jun 2024 |
---|
Media contributions
1Media contributions
Title Integritas Media name/outlet Buletin KPIN Country/Territory Indonesia Date 15/06/24 Persons Eko Aditiya Meinarno, Sri Fatmawati Mashoedi