Gugatan Ganti Rugi oleh Terdakwa yang Bebas/Lepas pada Proses Praperadilan terhadap Aparat Penegak Hukum

Press/Media

Description

Apakah terdakwa yang diputus bebas/lepas di persidangan, dapat mempermasalahkan proses penyidikan dan menuntut keperdataan?

 

Pihak yang berhak mengajukan

Penggugat:  Setiap tersangka, terdakwa, atau terpidana yang telah dituntut dan diadili pasca putusan yang membebaskannya, berhak untuk mengajukan upaya penetapan ganti kerugian.

Obyek: Pasal 95 ayat (1) KUHAP di atas, adanya kekeliruan penerapan hukum, seperti misalnya error in persona, atau dakwaan tidak didukung alat bukti yang sah, maka tuntutan ganti kerugian secara perdata dapat dilakukan oleh terdakwa atau terpidana.

 

Intansi yang berwenang

Ada pun Pasal 95 ayat (2) KUHAP dan Pasal 77 KUHAP menekankan bahwa Intansi praperadilan dan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa tuntutan ganti kerugian. Dalam kasus yang ditanyakan mengingat sudah dilakukan upaya praperadilan namun ditolak, sehingga kemudian dilakukan upaya ke Pengadilan Negeri.

Pengadilan negeri berwenang memeriksa tuntutan ganti kerugian yang ditimbulkan apabila perkaranya sudah diajukan, diperiksa dan diputus oleh pengadilan baik di tingkat pengadilan Negeri maupun sampai pada tingkat banding, atau kasasi.

 

Hukum Acara Ganti Kerugian

Berdasarkan Pasal 95 ayat (5) KUHAP, pemeriksaan tuntutan ganti kerugian sebagaimana diatur dalam ayat (4) mengikuti acara praperadilan.

 

Pembuktian Ganti Kerugian

Dalam hal ini penggugat harus membuktikan adanya:

  • adanya perbuatan melawan hukum,
  • Perbuatan tersebut yang menyebabkan terjadinya kerugian, yang di pihak lain menimbulkan kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.
  • Adanya tidaknya kesalahan tergugat.

 

Tanggungjawab atas ganti kerugian. 

Pasal 11 PP No. 27 Tahun 1983 negara melalui departemen keuangan dibebani tanggung jawab untuk menyelesaikan pembayaran tuntutan ganti kerugian yang dikabulkan pengadilan.

 

Tuntutan Keperdataan 

Bahwa Pelapor yang termasuk sebagai aparat penegak hukum (Pengawas), dapat dikenakan juga Tuntutan GR dengan dasar Pasal 1365 KUHPer.  Dalam hal ini sering terjadi inkonsistensi putusan, sehingga Mahkamah Agung perlu mengatur ketentuan khusus mengenai pemeriksaan perkara tersebut agar tidak terdapat putusan yang saling bertentangan.

Pasal 1365 KUHperdata menentukan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Putusan yang sudah BKHT yang membebaskan Terdakwa dapat menjadi dasar adanya perbuatan melawan hukum.

Putusan tersebut sebagai hukum mengikat pihak-pihak yang bersangkutan yaitu para pemohon sebagai terdakwa dan juga termohon sebagai aparat penegak hukum, apakah selama proses penyidikan, penuntutan dan persidangan, adanya kekeliruan sehingga mengakibatkan kerugian kepada pemohon/terdakwa.

Ada pun dalam peradilan perdata, ganti kerugian lebih luas, karena dapat mencakup tuntutan kerugian immateril.   Pemenuhan tuntutan kerugian (immateriil) diserahkan kepada Hakim dengan prinsip ex aquo et bono berdasarkan putusan PK. MA No. 650/PK/Pdt/1994 ganti kerugian immateril hanya dapat diberikan dalam hal tertentu saja seperti perkara kematian, luka berat, dan penghinaan, dalam hal ini harus dibuktikan ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

 

Berikut mekanisme yang seharusnya dilakukan oleh terdakwa yang dinyatakan bebas/lepas menurut hukum dalam rangka memperoleh kembali hak-haknya atas adanya putusan bebas/lepas (pidana).  

Upaya hukum yang bisa dilakukan adalah: Tuntutan GR

Setiap tersangka, terdakwa, atau terpidana yang telah dituntut dan diadili pasca putusan yang membebaskannya, berhak untuk mengajukan upaya penetapan ganti kerugian. Bahwa pemeriksaan tuntutan ganti kerugian setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap menggunakan acara praperadilan. Selanjutnya penetapan atas permohonan ganti kerugian tersebut disamakan dengan penetapan praperadilan.

Dengan demikian upaya keberatan terhadap penetapan ganti kerugian mengikuti upaya hukum sebagaimana terhadap penetapan praperadilan. Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, terhadap putusan praperadilan tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun. Namun demikian, sesungguhnya antara praperadilan dengan prosedur ganti kerugian mengandung substansi yang berbeda. Oleh karena itu seharusnya hukum acara pidana di Indonesia mengatur mengenai adanya upaya keberatan bagi penetapan yang menolak permohonan ganti kerugian.

Berdasarkan Pasal 95 ayat (1) KUHAP di atas, maka dalam hal dapat dibuktikan adanya kekeliruan penerapan hukum, seperti misalnya error in persona, atau dakwaan tidak didukung alat bukti yang sah, maka tuntutan ganti kerugian secara perdata dapat dilakukan oleh terdakwa atau terpidana.

 

Intansi yang berwenang

Ada pun Pasal 95 ayat (2) KUHAP dan Pasal 77 KUHAP menekankan bahwa Intansi praperadilan dan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa tuntutan ganti kerugian.

Kewenangan kedua instansi tersebut berbeda berdasarkan atas tahap tingkat proses pemeriksaan perkara. Pada tingkat pemeriksaan manakah perkara itu diproses, itulah yang menentukan instansi yang berwenang memeriksa tuntutan ganti kerugian tersebut.

 

Praperadilan yang Berwenang Memeriksa

Untuk mengetahui jenis tuntutan ganti kerugian yang termasuk wewenang praperadilan maka merujuk ke beberapa pasal yaitu Pasal 77 huruf b, Pasal 81, dan Pasal 95 ayat (2) KUHAP. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa jenis tuntutan ganti kerugian yang termasuk wewenang praperadilan adalah sebagai berikut:

(1) Tuntutan ganti kerugian tentang tidak sahnya penangkapan, penahanan, serta tindakan lain tanpa berdasarkan alasan yang sah menurut undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan dengan syarat:

  • Perkaranya hanya sampai pada tingkat penyidikan
  • Perkaranya hanya sampai pada tingkat penuntutan seperti yang disebut dalam Pasal 138 ayat (1) KUHAP, atau
  • Perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan

(2) Tuntutan ganti kerugian yang disebut dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, yaitu:

  • Atas alasan penghentian penyidikan, atau
  • Atas alasan penghentian penuntutan

Jika penghentian penyidikan atau penuntutan dibarengi dengan tindakan penangkapan, penahanan, atau tindakan penggeledahan atau penyitaan maka dapat memberi hak kepada tersangka untuk mengajukan beberapa tuntutan ganti kerugian sesuai dengan jumlah tindakan yang dikenakan kepadanya.

 

Pengadilan Negeri yang Berwenang Memeriksa

Pengadilan negeri berwenang memeriksa tuntutan ganti kerugian yang ditimbulkan apabila perkaranya sudah diajukan, diperiksa dan diputus oleh pengadilan baik di tingkat pengadilan Negeri maupun sampai pada tingkat banding, atau kasasi.

Menurut M. Yahya Harahap pemisahan kewenangan  pemeriksaan tuntutan ganti kerugian antara praperadilan dengan pengadilan negeri hanya bersifat teoritis belaka. Artinya dalam pelaksanaan yustisial hampir tidak ada artinya. Malahan Undang-undang tidak perlu membedakannya. 

 

Hukum Acara Ganti Kerugian

Berdasarkan Pasal 95 ayat (5) KUHAP, pemeriksaan tuntutan ganti kerugian sebagaimana diatur dalam ayat (4) mengikuti acara praperadilan. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan fundamental antara kewenangan praperadilan dan pengadilan negeri dalam memeriksa tuntutan ganti kerugian. Keduanya sama-sama menggunakan acara pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 KUHAP.

Selain itu berdasarkan Pasal 96 ayat (1) KUHAP bentuk putusan ganti kerugian adalah "Penetapan" sehingga, antara kewenangan praperadilan dan pengadilan negeri sama-sama menjatuhkan penetapan.

Menurut M. Yahya Harahap pandangan pembuat undang-undang adalah jika perkara diajukan ke pengadilan, dianggap tidak patut tuntutan kerugiannya diperiksa oleh praperadilan. Hal ini dikarenakan Lembaga praperadilan bertujuan sebagai sarana kontrol atas tindakan aparat penegak hukum secara horizontal terhadap tindakan paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum. Selain itu pembuat undang-undang juga menerapkan tata cara pemeriksaan berpedoman pada praperadilan dikarenakan prinsip penyelesaian harus cepat.

 

Pembuktian Ganti Kerugian

Untuk membayar sejumlah tuntutan ganti kerugian kepada tersangka atau terdakwa atau terpidana adalah hal yang tidak mudah untuk ditentukan. Apa yang harus dibuktikan oleh penggugat ganti kerugian adalah:

  • adanya perbuatan melawan hukum, (misalnya putusan praperadilan)
  • Perbuatan tersebut yang menyebabkan terjadinya kerugian, yang di pihak lain menimbulkan kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.
  • Adanya kesalahan tergugat.

Jadi harus ada PMH, sehingga terjadi kerugian, dan siapa yang dapat dimintakan pertanggungjawaban tersebut.  Dalam hal ini terdapat persoalan mengenai 'tanggung jawab' atas perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Salah satu hal yang menonjol menyangkut masalah pemberian ganti rugi ini adalah terdapat atau tidaknya unsur kesalahan. 

 

Tanggung jawab atas ganti kerugian. 

Dalam hal ini, menurut Yahya Harahap, berdasarkan Pasal 11 PP No. 27 Tahun 1983 negara melalui departemen keuangan dibebani tanggung jawab untuk menyelesaikan pembayaran tuntutan ganti kerugian yang dikabulkan pengadilan. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan tanggal 31 Desember 1983, No. 983/KMK.01/1983 masalah ganti kerugian sehubungan dengan Pasal 95 KUHAP, menjadi beban bagian pembayaran dan perhitungan anggaran belanja negara rutin.

 

Jangka waktu Pengajuan Tuntutan GR

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 yang mengubah ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983: Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.

Selanjutnya dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.  Hal ini menurut YH diartikan: tuntutan GR yang didasarkan pada penetapan praperadilan, (sah tidaknya upaya paksa, atau penghentian penyidikan/penuntutan), jk waktu GR 3 bulan sejak penetapan diberitahukan. Untuk penghentian penyidikan/penuntutan, sebenarnya dapat langsung diajukan dengan didasarkan pada pemberitahuan SP3/SKP2  (Pasal 140 ayat 2 a KUHAP).

 

Kesimpulan terdapat 2 jangka waktu yang berbeda:

  • Perkara yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  • Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada penetapan praperadilan.

 

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Gugatan Ganti Rugi oleh Terdakwa yang Bebas atau Lepas terhadap Aparat Penegak Hukum", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/floradianti6535/66a8caebed64152898049422/gugatan-ganti-rugi-oleh-terdakwa-yang-bebas-atau-lepas-pada-proses-pra-peradilan-terhadap-aparat-penegak-hukum?page=5&page_images=1

Kreator: Flora Dianti

 

Subject

Hukum

Period30 Jul 2024

Media contributions

1

Media contributions

  • TitleGugatan Ganti Rugi oleh Terdakwa yang Bebas/Lepas pada Proses Praperadilan terhadap Aparat Penegak Hukum
    Media name/outletkompasiana
    Country/TerritoryIndonesia
    Date30/07/24
    PersonsFlora Dianti

Keywords

  • kerugian
  • tuntutan
  • hukum pidana
  • hukum perdata
  • hukum acara
  • kasus bumiputera
  • hukum
  • vox pop