Description
Ginjal adalah sepasang organ yang meskipun ukurannya hanya sekitar 10-12cm, berperan sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Bila disederhanakan, ginjal berfungsi untuk membuang produk sisa metabolisme ke dalam urine, menjaga keseimbangan asam-basa dan elektrolit tubuh, mengatur tekanan darah, dan memproduksi hormon-hormon penting. Penyakit ginjal kronik (PGK), adalah gangguan fungsi atau struktur ginjal yang menetap lebih dari tiga bulan. Penyakit ginjal kronik dapat diklasifikasikan berdasarkan penurunan laju filtrasi glomerulus menjadi lima stadium. Bila dibiarkan, PGK dapat memburuk hingga stadium kelima atau dikenal pula dengan sebutan gagal ginjal. Berbeda dengan gangguan ginjal akut, PGK bersifat permanen yang berarti bahwa ginjal yang sudah rusak tidak dapat pulih kembali. PGK merupakan masalah yang serius di seluruh dunia karena sering dijumpai dan berdampak luas. Dalam skala global, sekitar 1 dari 10 orang di dunia mengalami PGK dan 1 dari 1.000 orang mengalami gagal ginjal (PGK stadium akhir). Meskipun sekilas jumlah tersebut tidak terkesan banyak, efeknya terhadap pasien, keluarga dan lingkungan sosial sangat besar. Pasien PGK, terutama tahap lanjut, cenderung mengalami komplikasi, seperti kekurangan sel darah merah (anemia), tekanan darah tinggi (hipertensi), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh serta gangguan mineral dan tulang. Semua komplikasi tersebut menimbulkan sejumlah gejala yang memengaruhi kualitas hidup pasien sehari-hari. Sebagai contoh, pasien PGK dapat merasakan gejala mudah merasa letih dan tidak bertenaga, sulit tidur, susah berkonsentrasi, dan tidak nafsu makan. Pada tahap lanjut, pasien PGK juga dapat mengalami kaki bengkak, sesak napas, bahkan tidak sadarkan diri. Semua kondisi yang membatasi pekerjaan dan aktivitas seharihari tersebut pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup pasien.
Di samping itu, PGK juga meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami penyakit kardiovaskular, seperti stroke dan serangan jantung. Dengan segala komplikasi tersebut, penyandang PGK memiliki risiko kematian lebih besar dibandingkan orang sehat.
Pasien gagal ginjal umumnya memerlukan banyak obat-obatan untuk mengontrol penyakit dasarnya maupun komplikasinya. Gagal ginjal juga sering disertai dengan penyakit lain, seperti hipertensi atau diabetes melitus, yang turut menambah kebutuhan obat-obatan. Di samping itu, pasien gagal ginjal membutuhkan terapi pengganti ginjal, contohnya hemodialisis (HD) yang dikenal secara awam dengan istilah “cuci darah”. Hemodialisis diperlukan seumur hidup. Di Indonesia, pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis terus bertambah setiap tahunnya, pada tahun 2019 jumlah keseluruhan pasien yang menjalani HD mencapai 185.901, angka yang sebenarnya diperkirakan lebih besar dari itu. Dialisis peritoneal (CAPD) mempunyai keunggulan tersendiri karena dapat dilakukan secara mandiri sehingga tidak perlu datang ke unit HD atau rumah sakit secara rutin. Disamping itu biayanya lebih murah dibanding HD. Modalitas ini perlu lebih digalakkan ke depan. Sementara transplantasi ginjal merupakan pilihan terbaik, karena dapat menggantikan semua fungsi ginjal, akan tetapi jumlah donor masih terbatas. Transplantasi ginjal sudah cukup sering dilakukan di RSUPN.Dr.Cipto Mangunkusumo, namun masih sedikit di tempat lain.
PGK juga merupakan penyakit yang “mahal” dan membutuhkan biaya yang besar. Dampak ekonomi ini juga turut dirasakan oleh negara. Sebagai gambaran, pada tahun 2019, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melaporkan bahwa gagal ginjal memegang peringkat ke-4 sebagai penyakit yang menelan biaya terbesar, yaitu total 2,3 triliun rupiah. Di negara-negara maju pun, gagal ginjal yang jumlahnya “hanya” 0,1% bisa menguras 2–3% anggaran kesehatan.
PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI PENYAKIT GINJAL KRONIK
Pencegahan lebih baik dari pengobatan, sangat tepat diterapkan untuk PGK. Pencegahan PGK bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu pencegahan primer dan
sekunder. Pencegahan primer adalah segala upaya untuk menghindari penyakit ginjal pada orang yang yang masih sehat, sementara pencegahan sekunder dilakukan untuk memperlambat kerusakan atau penurunan fungsi ginjal pada orang yang sudah terlanjur mengalami PGK. Diagnosis dini memegang peranan penting pada pencegahan sekunder.
Pencegahan primer PGK dapat dilakukan secara mandiri melalui pola hidup sehat, terutama menghindari berbagai faktor
risiko seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan nefrotoksik (obat yang mengganggu ginjal, seperti obat anti-inflamasi nonsteroid untuk nyeri) jangka panjang, menjaga asupan air/minum 8 gelas dalam sehari. Bila ada hipertensi atau diabetes hendaklah dikontrol dengan baik. Sebagai gambaran, lebih dari separuh kejadian gagal ginjal di Indonesia paling banyak disebabkan oleh hipertensi dan diabetes. Pada umumnya PGK pada stadium awal tidak ada gejala, keluhan baru timbul bila penyakit sudah lanjut, seringkali sudah masuk stadium akhir. Oleh karena itu perlu dilakukan skrining terutama bagi orang yang berisiko.
Skrining PGK dilakukan dengan cara memeriksa setidaknya dua parameter laboratorium dari sampel urin dan darah. Pada pemeriksaan urin dapat diketahui apakah ada tanda kerusakan ginjal seperti albumin/protein serta sel darah merah dalam jumlah berlebihan. Fungsi ginjal dapat diketahui dari pemeriksaan kreatinin, yaitu produk sisa metabolisme yang dalam keadaan normal dibuang tuntas melalui urin. Laju filtrasi glomerulus dan stadium gangguan fungsi dapat ditentukan dari nilai kreatinin tersebut.
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) merekomendasikan agar pasien dengan minimal 1 dari 8 kriteria berikut menjalani skrining PGK berkala: (1) DM, (2) hipertensi, (3) penyakit kardiovaskular, (4) penyakit struktur saluran ginjal, (5) penyakit multisistem yang dapat mengenai ginjal (seperti lupus eritematosus sistemik), (6) riwayat gagal ginjal pada keluarga, (7) penyakit ginjal
herediter atau menurun, dan (8) hematuria atau proteinuria. Selain itu, skrining PGK juga disarankan untuk pasien lansia dan pasien yang memerlukan obat-obatan nefrotoksik.
Waktu dan frekuensi skrining PGK bergantung pada jenis penyakit yang dialami. Pasien DM tipe I direkomendasikan agar skrining PGK dilakukan sekitar 5 tahun sejak diagnosis ditegakkan. Sementara itu, pasien DM tipe II perlu segera dilakukan skrining PGK saat diagnosis ditegakkan. Baik pasien DM tipe I maupun II perlu diskrining setidaknya setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter. Pasien hipertensi perlu diskrining PGK saat diagnosis ditegakkan, ketika memulai terapi, kemudian disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Orang dengan riwayat penyakit ginjal pada keluarga disarankan untuk skrining minimal setiap tiga tahun. Pasien-pasien lainnya dapat diskrining sesuai rekomendasi dari dokter
Kesimpulan
PGK memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas hidup dan risiko kematian pasien, sekaligus ekonomi keluarga dan negara. Pencegahan dan deteksi dini merupakan cara terbaik untuk menangani PGK. PGK dapat dicegah
melalui pola hidup sehat dan dapat diperlambat perkembangannya melalui deteksi dini pada orang orang yang berisiko.
Subject
Penyakit Ginjal
Period | 15 Oct 2021 |
---|
Media contributions
1Media contributions
Title Deteksi Dini dan Pencegahan Penyakit Ginjal Media name/outlet Halo Cipto Edisi 66 Th 2021 Country/Territory Indonesia Date 15/10/21 Persons Aida Lydia