“Aku Masih Single!” – Ekonomi Parasosial dalam Industri Idol Jepang

Press/Media

Description

Sebuah status “single” memiliki nilai ekonomi ketika Anda adalah seorang bintang idola. Menjadi lajang bagi seorang idola membuka ruang bagi para fansnya untuk dapat berimajinasi menjadi orang yang dekat dan bermakna bagi hidup sang idola. Imajinasi inilah yang kemudian membuat para fans merasa dekat dan kemudian menjadi pasar dan konsumen dari produk-produk yang diproduksi ataupun diiklankan oleh sang idola.

 
 

Mengetahui hal ini, lazim konten-konten sosial media seorang idola didesain untuk menciptakan sebuah hubungan parasosial agar membuat para fans seakan dapat berinteraksi dengannya, dan kemudian menjalin sebuah hubungan yang dekat. Tidak jarang imajinasi dari hubungan parasosial ini diartikan oleh para fans layaknya menjalin hubungan pacaran dengan sang idola. Walaupun sesungguhnya hubungan itu hanya satu arah dan sesungguhnya adalah artifisial, akan tetapi tidak dapat dipugkiri bahwa memang benar bahwa status single tersebut menjadi salah hal penting dalam melakukan “penjualan” bagi seorang idola.

Salah satu industri yang paling menyadari potensi ekonomi dari hubungan parasosial ini adalah industri “idol” Jepang. Salah satu pionir industri idol Jepang yaitu AKB48 bahkan memiliki “Golden Rules” yang melarang para talent nya untuk tidak menjalani hubungan percintaan. Hal ini kemudian dicangkokkan kepada grup idol binaan Jepang di Indonesia seperti JKT48 yang ada di Indonesia. Kedekatan artifisial dari hubungan parasosial ini kemudian menjadi salah satu sumber dari penghasilan industri idol.

 
 
 
 

Hubungan Parasosial dan Parakin

 

Hubungan parasosial merupakan hubungan yang dialami seorang audiens dengan orang lain yang muncul di media, misalnya televisi, radio, media cetak, dan internet. Audiens merasa memiliki suatu interaksi yang cukup dalam dengan orang yang mereka tonton layaknya seperti bertemu tatap muka, meskipun komunikasi yang terjadi hanyalah satu arah (Horton & Wohl, 1956).

Terdapat beberapa faktor yang mampu menciptakan suatu hubungan parasosial, misalnya seorang pembawa acara talkshow tidak hanya berbicara dengan penonton di studio, tapi juga mengajak penonton di rumah untuk berinteraksi dengannya. Ini mampu menciptakan sebuah rasa “kedekatan” antara penonton dengan pembawa acara di studio televisi.

Suatu hubungan parasosial dapat berkembang hingga menjadi suatu hubungan parakin, yaitu hubungan satu arah yang mirip dengan parasosial, tetapi yang membedakannya adalah adanya fantasi dari penonton yang merasa memiliki hubungan yang sangat dekat dengan orang yang ia idolakan, bisa dianggap seperti seorang keluarga, saudara, atau mungkin pasangan (Yan & Fang, 2020).

Jika hubungan parasosial lebih berfokus pada kedekatan karena rasa kagum pada sosok yang disukai, pada hubungan parakin, seorang fan bisa saja melakukan hal yang lebih fantastis untuk menunjukan dukungan nya pada artis yang ia sukai, misalnya dengan membeli merchandise dalam jumlah banyak, membuat banyak postingan berbau positif tentang artis tersebut, hingga menonton konser artis tersebut berkali-kali dengan dalih sebagai bentuk dukungannya.

Dalam hubungan parakin, para fans dapat mempengaruhi perkembangan karir dari seorang artis secara langsung (Yan & Fang, 2020). Konsep hubungan ini masih baru diteliti setelah melihat banyaknya kasus yang demikian terjadi menyangkut hubungan fans dengan artis.

Parakin dalam Praktik Idol Jepang

Hubungan serupa juga terjadi dalam dunia idol Jepang. Salah satu keunikan dari idol adalah kemampuan mereka untuk menciptakan suatu hubungan parasosial yang mendalam dengan fansnya. Idol di Jepang utamanya berfokus menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan fansnya. Biasanya hal ini dicapai dengan menampilkan idol sebagai sosok yang tidak jauh berbeda dengan para fansnya. Hal ini kemudian juga diterapkan oleh idol-idol binaan Jepang di Indonesia seperti JKT48.

Para idol baru biasanya tidak diorbitkan sebagai seorang profesional yang menguasai bidang yang ia geluti, tetapi sebagai entertainer dengan sikap polos serta kemampuan amatir yang masih berusaha untuk berkembang menjadi entertainer profesional (Craig, 2015). Mereka diplot layaknya orang biasa yang dekat dan terjangkau oleh para fans tidak seperti “bintang” di dunia hiburan pada umumnya.

 

Tidak asing bagi manajemen idol untuk mengadakan acara yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi dengan fans misalnya seperti acara handshake dengan fans. Pendekatan ini mampu menciptakan “hubungan” yang dekat antara seorang idol dengan para fansnya, menciptakan kelompok fans yang berdedikasi hingga rela mengeluarkan uang dengan jumlah fantastis untuk mendukung idolanya.

Parakin Sebagai Kapital

Dalam industri media hiburan, fans dan penonton merupakan salah satu indikator dari valuasi ekonomi dari sang idola. Banyaknya fans dan penonton akan membuat market yang berkelanjutan. Fans sebagai konsumen akan membeli produk dari sang idola dan bahkan fans yang dalam jumlah besar juga dapat menjadi sarana promosi bagi produk-produk lain yang dapat diiklankan oleh si idola. Ini berarti hubungan parakin yang baik merupakan hal vital dalam ekonomi idol jepang.

 
 
 

Untuk menjaga image parakin yang dekat pada fansnya, pihak manajemen mengontrol kegiatan sehari-hari seorang idol dengan memberikan aturan yang harus diikuti. Di antaranya seperti manajemen baru memberikan tawaran pekerjaan kepada idol dalam jeda waktu yang cukup singkat agar mereka bisa fokus dengan pekerjaannya (Sasetsu, 2019).

 
 
 

Idol juga diharapkan bisa menghindari membahas topik-topik yang terlalu berat seperti politik (Oi, 2016). Hal ini mungkin karena topik-topik berat umumnya akan menimbulkan keberpihakan tertentu yang akhirnya dapat melukai hubungan parasosial yang diinginkan, yaitu dekat dan terjangkau oleh semua fans.

Pentingnya Status “Single” Idola: Ekonomi Parasosial

Jika dilihat secara kritis, hadirnya pasangan dari seorang idol akan menciderai hubungan parasosial yang telah dibangun dari imajinasi para fans, yaitu kedekatan artifisial. Ini terlihat dari salah satu aturan yang paling penting bagi idol di Jepang, yaitu larangan untuk berpacaran. Sanksi yang diberikan kepada idol yang ketahuan berpacaran sangat berat dan dapat berpengaruh pada karirnya seperti dikeluarkan dari idol group hingga kehilangan banyak fans.

 

Kehilangan fans ini kemungkinan besar terkait dengan hubungan parasosial yang telah dibentuk oleh sang idola. Keberadaan pasangan dari si idola akan menutup pemikiran para fans untuk berimajinasi sebagai orang penting dari idolnya. Para fans yang kehilangan ruang berimajinasi dalam hubungan parakin ini kemungkinan akan berhenti “bermimpi” dan kemudian mengurangi kegemaranya akan sang idola.

Sebagai analogi, ketika seseorang yang Anda taksir tiba-tiba memiliki pasangan, Anda akan patah hati dan akhirnya berusaha menghindari melihatnya. Ini dikarenakan imajinasi Anda untuk bersamanya telah tertutup oleh fakta bahwa dia telah memiliki pasangan dan bukanlah Anda. Jika ini terjadi dalam konteks seorang idol dan fansnya, maka kemungkinan besar sang idola akan mengalami penurunan popularitas, penjualan produk serta peluang iklan karena penurunan konsumen.

Alhasil, kehilangan konsumen dan pasar akan membuat nilai valuasi sang idol menjadi turun dan bahkan menjadi hilang. Hal inilah yang kemudian berusaha diantisipasi oleh para produser idol group Jepang menerapkan “Golden Rules” dan membuat sang idola tetap “single” dimata audiens. Dengan menjadi single, ruang para audiens untuk menikmati hubungan parasosial menjadi lebih besar dan lebih logis. Ini dikarenakan menjadi single membuat imajinasi audiens terus berfokus pada probabilita kemungkinan untuk dekat dengan sang idol tanpa terbentur fakta bahwa peran tersebut telah diisi oleh orang lain.

Subject

Parasosial

Period6 Mar 2022

Media contributions

1

Media contributions

  • Title“Aku Masih Single!” – Ekonomi Parasosial dalam Industri Idol Jepang
    Media name/outletKaorinusantara.or.id
    Country/TerritoryIndonesia
    Date6/03/22
    PersonsAngga Priancha